Jumat, 10 Oktober 2014

Kisah seorang programmer

Patrick adalah seorang programmer perangkat lunak berusia 23 tahun. Suatu hari, ketika ia berjalan menuju tempat kerjanya, Patrick bertemu dengan seorang pria tunawisma yang membuatnya mendadak memiliki ide untuk mengajarinya cara membuat aplikasi.

"Idenya sederhana. Tanpa berusaha melecehkannya, saya menawarkan dua pilihan: saya akan kembali besok dan memberikannya uang tunai USD 100 (Rp 1,1 juta) atau saya akan kembali besok dan memberikannya tiga buku JavaScript (beginner-advanced-expert) dan sebuah laptop murah. Saya akan berangkat kerja satu jam lebih awal untuk mengajarinya coding," tulis Patrick di situsnya.

Bukannya menerima uang yang ditawarkan oleh Patrick, pria tunawisma bernama Leo ini justru memilih untuk belajar caranya mengkode. Ia berpikir bahwa uang bisa habis dengan mudah dalam seminggu, sedangkan pengetahuan akan menjadi aset besar baginya di masa depan.

"Dia bilang saya bisa mendapat laptop dan belajar bagaimana caranya melakukan sesuatu dan saya pikir itu bisa berubah menjadi sesuatu yang lebih," kata Leo.

Leo telah menjadi seorang tunawisma selama dua tahun terakhir, setelah ia kehilangan pekerjaannya sebagai agen asuransi jiwa. Ia kemudian mengetahui bahwa uang sewa apartemennya naik sebagai konsekuensi adanya kondominium mewah yang sedang dibangun di dekat apartemennya.

Anehnya, ide Patrick justru mendapat kecaman keras dari beberapa orang yang percaya bahwa Leo hanya membutuhkan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Lainnya mengatakan bahwa pendekatan yang Patrick lakukan terhadap Leo benar-benar menghina pria itu.

Namun, Patrick menjawab semua cemoohan itu dengan sebuah pepatah lama yang berbunyi: give a man a fish and you feed him for a day. Teach a man to fish and you feed him for a lifetime. Dalam bahasa Indonesia, pepatah lama ini diterjemahkan sebagai berikut: berikan seekor ikan pada seseorang dan kamu telah memberinya makan untuk sehari. Ajarkan dia memancing dan kamu telah "memberinya" makan seumur hidup.

Dengan mengabaikan kritik-kritik itu, programmer muda itu lalu membelikan Leo sebuah laptop murah Samsung Chromebook, tiga buku pemrograman, hotspot WI-FI-nya sendiri dan mulai mengajarinya cara mengkode. Sebagaimana dilansir Odditycentral, setiap pagi Patrick akan berangkat satu jam lebih awal dari rumahnya, sehingga ia bisa bertemu dengan Leo di taman dan mengajarinya ilmu yang dibutuhkannya untuk menjadi seorang pengembang perangkat lunak yang benar.

Leo dan Patrick kini sedang bekerja sama untuk menyelesaikan sebuah aplikasi yang akan diluncurkan pada minggu kedelapan perjalanan mereka. Meskipun mereka ingin tetap merahasiakan aplikasi tersebut, Patrick memberi sedikit petunjuk bahwa aplikasi mereka berkaitan dengan pemanasan global dan perubahan iklim.

Proyek yang sedang mereka kerjakan kini sudah setengah jalan dan mereka sangat senang dengan apa yang mereka berhasil capai sejauh ini. Walau masih ada beberapa kritik yang diterima Patrick tentang idenya, bersama dengan Leo, ia berhasil mengumpulkan basis penggemar yang cukup besar.

Sumber: http://bit.ly/aplikasitunawisma

Senin, 06 Oktober 2014

Demi Anak Pria ini Resign Dari Pekerjaanya

Vemale.com - Ada yang bilang bahwa uang adalah sumber kebahagiaan, maka tak heran jika orang-orang di masa kini bekerja keras untuk menghasilkan banyak uang. Dengan memiliki banyak uang, keluarga dan anak-anak bisa lebih bahagia. Namun pemikiran sebaliknya terjadi pada pria ini. Dia memilih mundur dari jabatan sebagai CEO dan kehilangan gaji Rp 100 miliar perbulan demi bisa memiliki waktu lebih lama bersama istri dan anak perempuannya.

                                  Mohamed El-Erian dan istrinya | Foto: copyright dailymail.co.uk


Nama  dikenal Mohamed El-Erian baik oleh para investor keuangan di Amerika Serikat bahkan oleh Presiden Obama. Jabatan sebagai CEO perusahaan investasi PIMCO membuat pria 56 tahun ini memiliki penghasilan yang sangat besar, yaitu US $ 8,4 juta atau sekitar Rp 100 miliar per bulan. Fantastis bukan? Bandingkan dengan gaji rata-rata pegawai, mungkin angka sekian hanya impian semata. Namun di bulan Mei 2013, Mohamed El-Erian memutuskan mundur dari perusahaan tersebut.

Pengunduran diri ini bermula saat putri Mohamed El-Erian yang berusia 10 tahun mengirimkan sebuah surat. Dalam surat tersebut, sang putri menuliskan bahwa dia sangat sedih ayahnya tidak datang di hari pertamanya sekolah, tidak pernah datang saat rapat orang tua, tidak pernah ikut pesta Halloween dan tidak datang di pertandingan sepak bola pertamanya karena terlalu sibuk bekerja.

Pekerjaan Saya Menyakiti Hubungan Saya dan Putri Saya
"Setahun yang lalu putri saya memberikan selembar kertas yang berisi daftar kegiatan anak saya yang tidak pernah saya hadiri. Saya selalu punya alasan untuk tidak datang, misalnya ada perjalanan bisnis, pertemuan penting, telepon mendesak dan segala macam," ujar Mohamed El-Erian seperti dilansir oleh Dailymail.co.uk. "Tapi saya sadar ada satu titik yang lebih penting. Saya merasa keseimbangan hidup saya sudah rusak oleh pekerjaan, dan hal tersebut sudah menyakiti hubungan saya dan putri saya. Saya tidak bisa meneruskan hal ini lebih lama," lanjutnya.
 Mohamed El-Erian saat melakukan aksi sosial | Foto: copyright dailymail.co.uk
                                                                                    Ilustrasi | Foto: copyright thinkstockphotos.com

Para pelaku bisnis sangat kaget dengan keputusan Mohamed El-Erian, namun ada kebahagiaan lain yang lebih bernilai dibandingkan uang dan gaji besar. Dulu, Mohamed El-Erian hanya bisa tidur dari jam 9 malam hingga 1 pagi, kemudian dia harus mengisi kolom surat kabar. Dia sudah harus sampai di kantor pukul 4:30 pagi untuk melihat perkembangan perdagangan, kemudian pukul 9 pagi berpindah ruangan CEO. Begitu terus setiap hari hingga tak ada waktu untuk keluarga.
 Di kediaman ini, Mohamed El-Erian memiliki waktu lebih banyak dengan keluarganya | Foto: copyright dailymail.co.uk

Namun sekarang, Mohamed El-Erian punya banyak waktu bersama keluarganya. Sekarang dia bisa membuatkan sarapan untuk putrinya, mengantar dan menjemput sekolah, bermain bersama, bahkan liburan.
Walaupun saat ini Mohamed El-Erian sudah tidak lagi menjadi CEO PIMCO, dia masih dipercaya menjadi penasihat ekonomi utama Allianz, dengan jam kerja yang lebih santai. Tidak ada yang disesali Mohamed El-Erian dengan keputusannya untuk mengundurkan diri dari pekerjaan yang menghasilkan gaji luar biasa.